kali ini saya akan menuliskan teuntang bencana alam yang pernah terjadi , saya akan membahas pemyebabnya,danpak,wabah dan lain lain
Kebakaran liar, salah satu bencana
yang disebabkan oleh alam.Bencana alam adalah suatu peristiwa alam yang
mengakibatkan dampak besar bagi populasi manusia.[1] Peristiwa alam dapat
berupa banjir, letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, tanah longsor, badai
salju, kekeringan, hujan es, gelombang panas, hurikan, badai tropis, taifun,
tornado, kebakaran liar dan wabah penyakit.[2] Beberapa bencana alam terjadi
tidak secara alami.[2] Contohnya adalah kelaparan, yaitu kekurangan bahan
pangan dalam jumlah besar yang disebabkan oleh kombinasi faktor manusia dan
alam.[2] Dua jenis bencana alam yang diakibatkan dari luar angkasa jarang
mempengaruhi manusia, seperti asteroid dan badai matahari.[2]
Sejak masa lalu manusia telah
menghadapi bencana alam yang berulang kali melenyapkan populasi mereka.[3] Pada
zaman dahulu, manusia sangat rentan akan dampak bencana alam dikarenakan
keyakinan bahwa bencana alam adalah hukuman dan simbol kemarahan dewa-dewa.[4]
Semua peradaban kuno menghubungkan lingkungan tempat tinggal mereka dengan dewa
atau tuhan yang dianggap manusia dapat memberikan kemakmuran maupun
kehancuran.[4] Kata bencana dalam Bahasa Inggris "disaster" berasal
dari kata Bahasa Latin "dis" yang bermakna "buruk" atau
"kemalangan" dan "aster" yang bermakna "dari
bintang-bintang".[1] Kedua kata tersebut jika dikombinasikan akan
menghasilkan arti "kemalangan yang terjadi di bawah bintang", yang
berasal dari keyakinan bahwa bintang dapat memprediksi suatu kejadian termasuk
peristiwa yang buruk.[1]
The Last Day of Pompeii (1833), lukisan karya Karl Briullov yang menceritakan
letusan Gunung Vesuvius di Pompeii, tahun 79.
Bencana alam yang dialami oleh
manusia pada masa kuno tercatat dalam kitab suci, mitos, cerita-cerita
rakyat,[5] Bencana alam yang terjadi di zaman kuno umumnya diketahui secara
jelas lewat catatan sejarah dan hasil penelitian arkeologi.[6] Beberapa di
antaranya:
- Wabah Antonine, penyakit yang menyebar pada masa Kekaisaran Romawi tahun 165 M -189 M.[3] Dinamakan demikian karena salah satu korbannya adalah Marcus Aurelius Antoninus, kaisar Romawi. Dinamakan juga Demam Galen karena didokumentasikan dengan baik oleh Galen, seorang dokter Yunani.[3] Sejarawan meyakini bahwa Demam Antonine tidak lain adalah wabah cacar air yang dibawa oleh para serdadu Romawi yang pulang berperang dari timur.[3] Akibat wabah ini lebih dari 5 juta orang tewas di Kekaisaran Romawi.[3] Seorang sejarawan bernama Dio Cassius menulis bahwa di Roma sendiri, hampir 2000 orang meninggal setiap harinya.[3]
- Gempa Kreta dan Tsunami Alexandria, terjadi pada tanggal 21 Juli tahun 365.[7] Dimulai dengan gempa bumi besar yang terjadi di dasar Laut Tengah dekat Pulau Kreta, Yunani, dengan kekuatan diperkirakan mencapai 8 skala richter atau lebih.[7] Gempa ini menghancurkan hampir seluruh kota di pulau tersebut yang kemudian diikuti tsunami besar yang melanda Yunani, Libya, Siprus, Sisilia dan Mesir.[7] Catatan mengenai bencana alam ini paling baik terdokumentasikan di Alexandria (Iskandariah), Mesir.[7] Sejarawan Ammianus Marcellinus menuliskan dengan detail bagaimana air laut menghempas dan menghancurkan kota Alexandria.[7]
- Letusan Gunung Vesuvius, terjadi pada tanggal 29 Agustus 79 di Teluk Napoli, Italia. Banjir lahar yang ditimbulkan Gunung Vesuvius mengubur kota Pompeii dan Herculaneum yang berdekatan.[7] Awalnya dimulai dengan gempa bumi namun diabaikan oleh warga kota tersebut.[7] Namun akhirnya menjadi lebih besar diiringi muntahan debu, banjir lahar dan asap yang membumbung tinggi.[7] Kota Pompeii dan Herculaneum ditemukan pada tahun 1631 setelah dilakukannya pembersihan oleh warga setempat. Pada abad ke-20, keberadaan kota ini secara jelas terkuak dengan jasad-jasad manusia yang telah menjadi fosil utuh.[7]
- Erupsi Santorini, terjadi sekitar tahun 1645 SM.[8] Informasi bencana alam ini umumnya diketahui lewat penelitian arkeologi.[8] Diketahui bahwa tahun 1645 SM, gunung berapi yang meletus di Santorini menghancurkan permukiman di pulau tersebut beserta Pulau Kreta di dekatnya.[8] Pada zaman moderen, sisa-sisa peradaban manusia yang lenyap akibat bencana tersebut telah ditemukan dan masih terus dipelajari.[8]
- Gempa Bumi dan Tsunami Helike, terjadi pada tahun 375 SM.[8] Bencana alam ini mengakibatkan kota Helike yang berada di Teluk Korintus, Yunani tenggelam ke dasar laut.[8] Korban jiwa tak diketahui.[8] Penelitian terhadap reruntuhan permukiman manusia zaman itu mulai dilakukan sejak akhir abad ke-19 dengan penemuan reruntuhan kota, jalan-jalan dan artefak.[9]
Pemanasan Global karena suhu yang
meningkat drastis selama tahun 2000-2009.
Pada abad ke-20, beberapa bencana
alam yang paling umum adalah kelaparan dan wabah.[2] Sejak awal abad ke-20,
lebih dari 70 juta orang tewas akibat kelaparan, dengan korban 30 juta orang
tewas selama masa kelaparan di Cina dari tahun 1958-1961.[2] Di Uni Soviet,
beberapa kali terjadi kelaparan yang diakibatkan kebijakan kolektif Stalin yang
membunuh jutaan orang.[2] Dalam sejarah, kelaparan telah mengakibatkan
munculnya sifat buruk manusia seperti kekejaman dan kanibalisme.[2] Bencana
alam terburuk lainnya pada abad ke-20 adalah wabah.[2] Pandemi terburuk
terutama adalah menularnya Flu Spanyol di seluruh dunia dari tahun 1918-1919
yang membunuh 50 juta orang, lebih banyak daripada korban Perang Dunia I yang
terjadi sebelumnya.[2]
Pada abad ke-21, bencana alam yang
semakin banyak terjadi adalah bencana terkait iklim yang disebabkan
meningkatnya suhu bumi (pemanasan global).[10] Pemanasan global sebagian besar
diikuti banjir, kekeringan, cuaca ekstrim dan musim yang tak bisa diramal.[10]
Perubahan iklim berpotensi meningkatkan kemiskinan dan kerentanan dalam jumlah
besar.[10] Pada saat yang sama bencana iklim semakin meningkat, lebih banyak
manusia yang terkena dampaknya dikarenakan kemiskinan, kurangnya sumber daya,
pertumbuhan populasi, pergerakan dan penempatan manusia ke daerah yang tidak
menguntungkan.[10]
Jenis bencana alam
Hurikan Katrina, 2005.
Bencana alam dapat dibagi menjadi
beberapa kategori, yaitu bencana alam yang bersifat meteorologis, bencana alam
yang bersifat geologis, wabah dan bencana ruang angkasa.[2]
Bencana alam meteorologi atau
hidrometeorologi berhubungan dengan iklim.[11] Bencana ini umumnya tidak
terjadi pada suatu tempat yang khusus, walaupun ada daerah-daerah yang
menderita banjir musiman, kekeringan atau badai tropis (siklon, hurikan,
taifun) dikenal terjadi pada daerah-daerah tertentu.[11] Bencana alam bersifat
meteorologis seperti banjir dan kekeringan merupakan bencana alam yang paling
banyak terjadi di seluruh dunia.[11] Beberapa di antaranya hanya terjadi suatu
wilayah dengan iklim tertentu.[11] Misalnya hurikan terjadi hanya di Karibia,
Amerika Tengah dan Amerika Selatan bagian utara.[4] Kekhawatiran terbesar pada
abad moderen adalah bencana yang disebabkan oleh pemanasan global.[11]
Letusan Gunung Merapi.
Bencana alam geologi adalah bencana alam yang terjadi di permukaan bumi seperti
gempa bumi, tsunami, tanah longsor dan gunung meletus.[11] Gempa bumi dan
gunung meletus terjadi di hanya sepanjang jalur-jalur pertemuan lempeng
tektonik di darat atau lantai samudera.[11] Contoh bencana alam geologi yang
paling umum adalah gempa bumi, tsunami dan gunung meletus.[11] Gempa bumi
terjadi karena gerakan lempeng tektonik.[11] Gempa bumi pada lantai samudera
dapat memicu gelombang tsunami ke pesisir-pesisir yang jauh.[11] Gelombang yang
disebabkan oleh peristiwa seismik memuncak pada ketinggian kurang dari 1 meter
di laut lepas namun bergerak dengan kecepatan ratusan kilometer per jam.[11] Jadi
saat mencapai perairan dangkal, tinggi gelombang dapat melampaui 10 meter.[11]
Gunung meletus diawali oleh suatu periode aktivitas vulkanis seperti hujan abu,
semburan gas beracun, banjir lahar dan muntahan batu-batuan.[11] Aliran lahar
dapat berupa banjir lumpur atau kombinasi lumpur dan debu yang disebabkan
mencairnya salju di puncak gunung, atau dapat disebabkan hujan lebat dan
akumulasi material yang tidak stabil.[11]
Wabah atau epidemi adalah penyakit
menular yang menyebar melalui populasi manusia di dalam ruang lingkup yang
besar, misalnya antar negara atau seluruh dunia.[12] Contoh wabah terburuk yang
memakan korban jiwa jumlah besar adalah pandemi flu, cacar dan
tuberkulosis.[12]
Bencana dari ruang angkasa adalah
datangnya berbagai benda langit seperti asteroid atau gangguan badai
matahari.[13] Meskipun dampak langsung asteroid yang berukuran kecil tidak
berpengaruh besar, asteroid kecil tersebut berjumlah sangat banyak sehingga
berkemungkinan besar untuk menabrak bumi.[13] Bencana ruang angkasa seperti
asteroid dapat menjadi ancaman bagi negara-negara dengan penduduk yang banyak
seperti Cina, India, Amerika Serikat, Jepang, dan Asia Tenggara.[13]
Kehancuran fasilitas akibat Gempa
bumi Haiti 2010.
Bencana alam dapat mengakibatkan
dampak yang merusak pada bidang ekonomi, sosial dan lingkungan.[14] Kerusakan
infrastruktur dapat mengganggu aktivitas sosial, dampak dalam bidang sosial
mencakup kematian, luka-luka, sakit, hilangnya tempat tinggal dan kekacauan
komunitas, sementara kerusakan lingkungan dapat mencakup hancurnya hutan yang
melindungi daratan.[14] Salah satu bencana alam yang paling menimbulkan dampak
paling besar, misalnya gempa bumi, selama 5 abad terakhir, telah menyebabkan
lebih dari 5 juta orang tewas, 20 kali lebih banyak daripada korban gunung
meletus.[11] Dalam hitungan detik dan menit, jumlah besar luka-luka yang
sebagian besar tidak menyebabkan kematian, membutuhkan pertolongan medis segera
dari fasilitas kesehatan yang seringkali tidak siap, rusak, runtuh karena
gempa.[11] Bencana seperti tanah longsor pun dapat memakan korban yang
signifikan pada komunitas manusia karena mencakup suatu wilayah tanpa ada
peringatan terlebih dahulu dan dapat dipicu oleh bencana alam lain terutama
gempa bumi, letusan gunung berapi, hujan lebat atau topan.[4]
Manusia dianggap tidak berdaya pada
bencana alam, bahkan sejak awal peradabannya.[3] Ketidakberdayaan manusia,
akibat kurang baiknya manajemen darurat menyebabkan kerugian dalam bidang keuangan,
struktural dan korban jiwa.[15]. Kerugian yang dihasilkan tergantung pada
kemampuan manusia untuk mencegah dan menghindari bencana serta daya
tahannya.[15] Menurut Bankoff (2003): "bencana muncul bila bertemu dengan
ketidakberdayaan".[15] Artinya adalah aktivitas alam yang berbahaya dapat
berubah menjadi bencana alam apabila manusia tidak memiliki daya tahan yang
kuat.[15]
Konstruksi rumah yang menggunakan
sistem pegas untuk persiapan terjadinya gempa bumi.
Penanggulangan bencana alam atau mitigasi
adalah upaya berkelanjutan untuk mengurangi dampak bencana terhadap manusia dan
harta benda.[16] Lebih sedikit orang dan komunitas yang akan terkena dampak
bencana alam dengan menggerakan program ini.[16] Perbedaan tingkat bencana yang
dapat merusak dapat diatasi dengan menggerakan program mitigasi yang
berbeda-beda sesuai dengan sifat masing-masing bencana alam.[16]
Persiapan menghadapi bencana alam
termasuk semua aktivitas yang dilakukan sebelum terdeteksinya tanda-tanda
bencana agar bisa memfasilitasi pemakaian sumber daya alam yang tersedia,
meminta bantuan dan serta rencana rehabilitasi dalam cara dan kemungkinan yang
paling baik.[16] Kesiapan menghadapi bencana alam dimulai dari level komunitas
lokal.[16] Jika sumber daya lokal kurang mencukupi, maka daerah tersebut dapat
meminta bantuan ke tingkat nasional dan internasional.[16]
Pada wilayah-wilayah yang memiliki
tingkat bahaya tinggi ("hazard"), memiliki kerentanan/kerawanan
("vulnerability'"), bencana alam tidak memberi dampak yang luas jika
masyarakat setempat memiliki ketahanan terhadap bencana ("disaster
resilience").[15] Konsep ketahanan bencana merupakan valuasi kemampuan
sistem dan infrastruktur-infrastruktur untuk mendeteksi, mencegah dan menangani
tantangan-tantangan serius dari bencana alam.[15] Sistem ini memperkuat daerah
rawan bencana yang memiliki jumlah penduduk yang besar.[15]
Meulaboh, Aceh, pasca Gempa bumi
Samudra Hindia 2004.
Indonesia merupakan negara yang
sangat rawan dengan bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, letusan gunung
berapi, tanah longsor, banjir dan angin puting beliung.[17] Sekitar 13 persen
gunung berapi dunia yang berada di kepulauan Indonesia berpotensi menimbulkan
bencana alam dengan intensitas dan kekuatan yang berbeda-beda.[17]
Gempa bumi dan tsunami Samudra
Hindia pada tahun 2004 yang memakan banyak korban jiwa di Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam (NAD) dan Sumatera Utara memaksa diadakannya upaya cepat untuk
mendidik masyarakat agar dapat mempersiapkan diri dengan baik untuk menghadapi
bencana alam.[17] Namun, upaya yang dilaksanakan tidak efektif karena persiapan
menghadapi bencana alam belum menjadi mata pelajaran pokok dalam kurikulum di
Indonesia.[17] Materi-materi pendidikan yang berhubungan dengan bencana alam
juga tidak banyak.[17]
Laporan Bencana Asia Pasifik 2010 menyatakan bahwa masyarakat di kawasan Asia Pasifik 4 kali
lebih rentan terkena dampak bencana alam dibanding masyarakat di wilayah Afrika
dan 25 kali lebih rentan daripada di Amerika Utara dan Eropa.[18] Laporan PBB
tersebut memperkirakan bahwa lebih dari 18 juta jiwa terkena dampak bencana
alam di Indonesia dari tahun 1980 sampai 2009.[18] Dari laporan yang sama
Indonesia mendapat peringkat 4 sebagai salah satu negara yang paling rentan
terkena dampak bencana alam di Asia Pasifik dari tahun 1980-2009.[18] Laporan
Penilaian Global Tahun 2009 pada Reduksi Resiko Bencana juga memberikan
peringkat yang tinggi untuk Indonesia pada level pengaruh bencana terhadap
manusia – peringkat 3 dari 153 untuk gempa bumi dan 1 dari 265 untuk
tsunami.[18]
Walaupun perkembangan manajemen
bencana di Indonesia meningkat pesat sejak bencana tsunami tahun 2004, berbagai
bencana alam yang terjadi selanjutnya menunjukkan diperlukannya perbaikan yang
lebih signifikan.[18] Daerah-daerah yang rentan bencana alam masih lemah dalam
aplikasi sistem peringatan dini, kewasapadaan resiko bencana dan kecakapan
manajemen bencana.[18] Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia yang dimulai
tahun 2005, masih dalam tahap pengembangan.[18]
Menurut kebijakan pemerintah
Indonesia, para pejabat daerah dan provinsi diharuskan berada di garis depan
dalam manajemen bencana alam.[18] Sementara Badan Nasional Penanggulangan
Bencana dan tentara dapat membantu pada saat yang dibutuhkan.[18] Namun,
kebijakan tersebut belum menciptakan perubahan sistematis di tingkat lokal.[18]
Badan penanggulangan bencana daerah direncanakan di semua provinsi namun baru
didirikan di 18 daerah.[18] Selain itu, kelemahan manajemen bencana di
Indonesia salah satunya dikarenakan kurangnya sumber daya dan kecakapan
pemerintah daerah yang masih bergantung kepada pemerintah pusat
Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan
timbal balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya.[1]
Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh
antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling memengaruhi.[1]
Ekosistem merupakan penggabungan
dari setiap unit biosistem yang melibatkan interaksi timbal balik antara
organisme dan lingkungan fisik sehingga aliran energi menuju kepada suatu
struktur biotik tertentu dan terjadi suatu siklus materi antara organisme dan
anorganisme.[1] Matahari sebagai sumber dari semua energi yang ada.[1]
Dalam ekosistem, organisme dalam
komunitas berkembang bersama-sama dengan lingkungan fisik sebagai suatu
sistem.[2] Organisme akan beradaptasi dengan lingkungan fisik, sebaliknya
organisme juga memengaruhi lingkungan fisik untuk keperluan hidup.[2]
Pengertian ini didasarkan pada Hipotesis Gaia, yaitu: "organisme,
khususnya mikroorganisme, bersama-sama dengan lingkungan fisik menghasilkan
suatu sistem kontrol yang menjaga keadaan di bumi cocok untuk
kehidupan".[2] Hal ini mengarah pada kenyataan bahwa kandungan kimia
atmosfer dan bumi sangat terkendali dan sangat berbeda dengan planet lain dalam
tata surya.[2]
Kehadiran, kelimpahan dan penyebaran
suatu spesies dalam ekosistem ditentukan oleh tingkat ketersediaan sumber daya
serta kondisi faktor kimiawi dan fisis yang harus berada dalam kisaran yang
dapat ditoleransi oleh spesies tersebut, inilah yang disebut dengan hukum
toleransi.[3] Misalnya: Panda memiliki toleransi yang luas terhadap suhu, namun
memiliki toleransi yang sempit terhadap makanannya, yaitu bambu.[1] Dengan demikian,
panda dapat hidup di ekosistem dengan kondisi apapun asalkan dalam ekosistem
tersebut terdapat bambu sebagai sumber makanannya.[1] Berbeda dengan makhluk
hidup yang lain, manusia dapat memperlebar kisaran toleransinya karena
kemampuannya untuk berpikir, mengembangkan teknologi dan memanipulasi alam.
Komponen pembentuk
Komponen-komponen pembentuk
ekosistem adalah:
Abiotik
Abiotik atau komponen tak hidup
adalah komponen fisik dan kimia yang merupakan medium atau substrat tempat
berlangsungnya kehidupan, atau lingkungan tempat hidup.[4] Sebagian besar
komponen abiotik bervariasi dalam ruang dan waktunya.[2] Komponen abiotik dapat
berupa bahan organik, senyawa anorganik, dan faktor yang memengaruhi distribusi
organisme, yaitu[2]:
- Suhu. Proses biologi dipengaruhi suhu. Mamalia dan unggas membutuhkan energi untuk meregulasi temperatur dalam tubuhnya.
- Air. Ketersediaan air memengaruhi distribusi organisme. Organisme di gurun beradaptasi terhadap ketersediaan air di gurun.
- Garam. Konsentrasi garam memengaruhi kesetimbangan air dalam organisme melalui osmosis. Beberapa organisme terestrial beradaptasi dengan lingkungan dengan kandungan garam tinggi.
- Cahaya matahari. Intensitas dan kualitas cahaya memengaruhi proses fotosintesis. Air dapat menyerap cahaya sehingga pada lingkungan air, fotosintesis terjadi di sekitar permukaan yang terjangkau cahaya matahari. Di gurun, intensitas cahaya yang besar membuat peningkatan suhu sehingga hewan dan tumbuhan tertekan.
- Tanah dan batu. Beberapa karakteristik tanah yang meliputi struktur fisik, pH, dan komposisi mineral membatasi penyebaran organisme berdasarkan pada kandungan sumber makanannya di tanah.
- Iklim. Iklim adalah kondisi cuaca dalam jangka waktu lama dalam suatu area. Iklim makro meliputi iklim global, regional dan lokal. Iklim mikro meliputi iklim dalam suatu daerah yang dihuni komunitas tertentu.
Biotik
Biotik adalah istilah yang biasanya
digunakan untuk menyebut sesuatu yang hidup (organisme). Komponen biotik adalah
suatu komponen yang menyusun suatu ekosistem selain komponen abiotik (tidak
bernyawa). Berdasarkan peran dan fungsinya, makhluk hidup dibedakan menjadi dua
macam, yaitu:
Heterotrof / Konsumen
Komponen heterotrof terdiri dari
organisme yang memanfaatkan bahan-bahan organik yang disediakan oleh organisme
lain sebagai makanannya .[4] Komponen heterotrof disebut juga konsumen makro
(fagotrof) karena makanan yang dimakan berukuran lebih kecil.[4] Yang tergolong
heterotrof adalah manusia, hewan, jamur, dan mikroba.[4]
Pengurai / dekomposer
Pengurai atau dekomposer adalah
organisme yang menguraikan bahan organik yang berasal dari organisme mati.[4]
Pengurai disebut juga konsumen makro (sapotrof) karena makanan yang dimakan
berukuran lebih besar.[1] Organisme pengurai menyerap sebagian hasil penguraian
tersebut dan melepaskan bahan-bahan yang sederhana yang dapat digunakan kembali
oleh produsen.[4] Yang tergolong pengurai adalah bakteri dan jamur.[4] Ada pula
pengurai yang disebut detritivor, yaitu hewan pengurai yang memakan sisa-sisa
bahan organik, contohnya adalah kutu kayu.[4] Tipe dekomposisi ada tiga,
yaitu[2]:
- aerobik : oksigen adalah penerima elektron / oksidan
- anaerobik : oksigen tidak terlibat. Bahan organik sebagai penerima elektron /oksidan
- fermentasi : anaerobik namun bahan organik yang teroksidasi juga sebagai penerima elektron. komponen tersebut berada pada suatu tempat dan berinteraksi membentuk suatu kesatuan ekosistem yang teratur[4]. Misalnya, pada suatu ekosistem akuarium, ekosistem ini terdiri dari ikan sebagai komponen heterotrof, tumbuhan air sebagai komponen autotrof, plankton yang terapung di air sebagai komponen pengurai, sedangkan yang termasuk komponen abiotik adalah air, pasir, batu, mineral dan oksigen yang terlarut dalam air.[4
Ketergantungan
Rantai makanan
Ketergantungan pada ekosistem dapat
terjadi antar komponen biotik atau antara komponen biotik dan abiotik[2].
Antar komponen biotik
Ketergantungan antar komponen biotik
dapat terjadi melalui[2]:
- Rantai makanan, yaitu perpindahan materi dan energi melalui proses makan dan dimakan dengan urutan tertentu. Tiap tingkat dari rantai makanan disebut tingkat trofi atau taraf trofi. Karena organisme pertama yang mampu menghasilkan zat makanan adalah tumbuhan maka tingkat trofi pertama selalu diduduki tumbuhan hijau sebagai produsen. Tingkat selanjutnya adalah tingkat trofi kedua, terdiri atas hewan pemakan tumbuhan yang biasa disebut konsumen primer. Hewan pemakan konsumen primer merupakan tingkat trofi ketiga, terdiri atas hewan-hewan karnivora. Setiap pertukaran energi dari satu tingkat trofi ke tingkat trofi lainnya, sebagian energi akan hilang.[2]
- Jaring- jaring makanan, yaitu rantai-rantai makanan yang saling berhubungan satu sama lain sedemikian rupa sehingga membentuk seperi jaring-jaring. Jaring-jaring makanan terjadi karena setiap jenis makhluk hidup tidak hanya memakan satu jenis makhluk hidup lainnya.
Antar komponen biotik dan abiotik
Ketergantungan antara komponen
biotik dan abiotik dapat terjadi melalui siklus materi, seperti[2]:
- siklus karbon
- siklus air
- siklus nitrogen
- siklus sulfur
Siklus ini berfungsi untuk mencegah
suatu bentuk materi menumpuk pada suatu tempat. Ulah manusia telah membuat
suatu sistem yang awalnya siklik menjadi nonsiklik, manusia cenderung mengganggu
keseimbangan lingkungan.
Tipe-tipe Ekosistem
Secara umum ada tiga tipe ekosistem,
yaitu ekositem air, ekosisten darat, dan ekosistem buatan.[5]
Akuatik (air)
Ekosistem sungai
- Ekosistem air tawar.
Ciri-ciri ekosistem air tawar antara
lain variasi suhu tidak menyolok, penetrasi cahaya kurang, dan terpengaruh oleh
iklim dan cuaca. Macam tumbuhan yang terbanyak adalah jenis ganggang, sedangkan
lainnya tumbuhan biji. Hampir semua filum hewan terdapat dalam air tawar.
Organisme yang hidup di air tawar pada umumnya telah beradaptasi.
- Ekosistem air laut.
Habitat laut (oseanik) ditandai oleh
salinitas (kadar garam) yang tinggi dengan ion CI- mencapai 55% terutama di
daerah laut tropik, karena suhunya tinggi dan penguapan besar. Di daerah
tropik, suhu laut sekitar 25 °C. Perbedaan suhu bagian atas dan bawah
tinggi, sehingga terdapat batas antara lapisan air yang panas di bagian atas
dengan air yang dingin di bagian bawah yang disebut daerah termoklin.[
- Ekosistem estuari.
Estuari (muara) merupakan tempat
bersatunya sungai dengan laut. Estuari sering dipagari oleh lempengan lumpur
intertidal yang luas atau rawa garam. Ekosistem estuari memiliki produktivitas
yang tinggi dan kaya akan nutrisi. Komunitas tumbuhan yang hidup di estuari
antara lain rumput rawa garam, ganggang, dan fitoplankton. Komunitas hewannya
antara lain berbagai cacing, kerang, kepiting, dan ikan.
- Ekosistem pantai.
Dinamakan demikian karena yang
paling banyak tumbuh di gundukan pasir adalah tumbuhan Ipomoea pes caprae
yang tahan terhadap hempasan gelombang dan angin. Tumbuhan yang hidup di
ekosistem ini menjalar dan berdaun tebal.
- Ekosistem sungai.
Sungai adalah suatu badan air yang
mengalir ke satu arah. Air sungai dingin dan jernih serta mengandung sedikit
sedimen dan makanan. Aliran air dan gelombang secara konstan memberikan oksigen
pada air. Suhu air bervariasi sesuai dengan ketinggian dan garis lintang. Ekosistem
sungai dihuni oleh hewan seperti ikan kucing, gurame, kura-kura, ular, buaya,
dan lumba-lumba.
- Ekosistem terumbu karang.
Ekosistem ini terdiri dari coral yang
berada dekat pantai. Efisiensi ekosistem ini sangat tinggi. Hewan-hewan yang
hidup di karang memakan organisme mikroskopis dan sisa organik lain.Berbagai
invertebrata, mikro organisme, dan ikan, hidup di antara karang dan ganggang.Herbivora
seperti siput, landak laut, ikan, menjadi mangsa bagi gurita, bintang laut, dan
ikan karnivora.[4] Kehadiran terumbu karang di dekat pantai membuat pantai
memiliki pasir putih.
- Ekosistem laut dalam.
Kedalamannya lebih dari 6.000 m.Biasanya
terdapat lele laut dan ikan laut yang dapat mengeluarkan cahaya.Sebagai
produsen terdapat bakteri yang bersimbiosis dengan karang tertentu.
- Ekosistem lamun.
Lamun atau seagrass adalah
satu‑satunya kelompok tumbuh-tumbuhan berbunga yang hidup di lingkungan laut.
Tumbuh‑tumbuhan ini hidup di habitat perairan pantai yang dangkal.Seperti halnya
rumput di darat, mereka mempunyai tunas berdaun yang tegak dan tangkai‑tangkai
yang merayap yang efektif untuk berbiak.Berbeda dengan tumbuh‑tumbuhan laut
lainnya (alga dan rumput laut), lamun berbunga, berbuah dan menghasilkan biji.
Mereka juga mempunyai akar dan sistem internal untuk mengangkut gas dan zat‑zat
hara.Sebagai sumber daya hayati, lamun banyak dimanfaatkan untuk berbagai
keperluan.
Terestrial (darat)
Ekosistem hutan hujan tropis memiliki
produktivitas tinggi.
Ekosistem taiga merupakan hutan
pinus dengan ciri iklim musim dingin yang panjang.
Ekosistem tundra didominasi oleh
vegetasi perdu.
Penentuan zona dalam ekosistem
terestrial ditentukan oleh temperatur dan curah hujan.[2] Ekosistem terestrial
dapat dikontrol oleh iklim dan gangguan.[2] Iklim sangat penting untuk
menentukan mengapa suatu ekosistem terestrial berada pada suatu tempat
tertentu.[2] Pola ekosistem dapat berubah akibat gangguan seperti petir,
kebakaran, atau aktivitas manusia.[2]
- Hutan hujan tropis.
Hutan hujan tropis terdapat di
daerah tropik dan subtropik.[5] Ciri-cirinya adalah curah hujan 200-225 cm per
tahun.[5] Spesies pepohonan relatif banyak, jenisnya berbeda antara satu dengan
yang lainnya tergantung letak geografisnya.[5] Tinggi pohon utama antara 20-40
m, cabang-cabang pohon tinggi dan berdaun lebat hingga membentuk tudung
(kanopi).[5] Dalam hutan basah terjadi perubahan iklim mikro, yaitu iklim yang
langsung terdapat di sekitar organisme.[5] Daerah tudung cukup mendapat sinar
matahari, variasi suhu dan kelembapan tinggi, suhu sepanjang hari sekitar
25 °C.[5] Dalam hutan hujan tropis sering terdapat tumbuhan khas, yaitu
liana (rotan) dan anggrek sebagai epifit.[5] Hewannya antara lain, kera, burung,
badak, babi hutan, harimau, dan burung hantu.[5]
- Sabana.
Sabana dari daerah tropik terdapat
di wilayah dengan curah hujan 40 – 60 inci per tahun, tetapi temepratur dan
kelembaban masih tergantung musim.[6] Sabana yang terluas di dunia terdapat di
Afrika; namun di Australia juga terdapat sabana yang luas.[6] Hewan yang hidup
di sabana antara lain serangga dan mamalia seperti zebra, singa, dan hyena.[1]
- Padang rumput.
Padang rumput terdapat di daerah
yang terbentang dari daerah tropik ke subtropik.[4] Ciri-ciri padang rumput
adalah curah hujan kurang lebih 25-30 cm per tahun, hujan turun tidak teratur,
porositas (peresapan air) tinggi, dan drainase (aliran air) cepat.[4] Tumbuhan
yang ada terdiri atas tumbuhan terna (herbs) dan rumput yang keduanya
tergantung pada kelembapan.[4] Hewannya antara lain: bison, zebra, singa,
anjing liar, serigala, gajah, jerapah, kangguru, serangga, tikus dan ular.[4]
- Gurun.
Gurun terdapat di daerah tropik yang
berbatasan dengan padang rumput.[6] Ciri-ciri ekosistem gurun adalah gersang
dan curah hujan rendah (25 cm/tahun).[6] Perbedaan suhu antara siang dan malam
sangat besar.[6] Tumbuhan semusim yang terdapat di gurun berukuran kecil[6].
Selain itu, di gurun dijumpai pula tumbuhan menahun berdaun seperti duri
contohnya kaktus, atau tak berdaun dan memiliki akar panjang serta mempunyai
jaringan untuk menyimpan air.[6] Hewan yang hidup di gurun antara lain
rodentia, semut, ular, kadal, katak, kalajengking, dan beberapa hewan nokturnal
lain.[6]
- Hutan gugur.
Hutan gugur terdapat di daerah
beriklim sedang yang memiliki emapt musim, ciri-cirinya adalah curah hujan
merata sepanjang tahun.[4] Jenis pohon sedikit (10 s/d 20) dan tidak terlalu
rapat.[4] Hewan yang terdapat di hutam gugur antara lain rusa, beruang, rubah,
bajing, burung pelatuk, dan rakun (sebangsa luwak).[4]
- Taiga
Taiga terdapat di belahan bumi
sebelah utara dan di pegunungan daerah tropik, ciri-cirinya adalah suhu di
musim dingin rendah.[5] Biasanya taiga merupakan hutan yang tersusun atas satu
spesies seperti konifer, pinus, dan sejenisnya.[5] Semak dan tumbuhan basah
sedikit sekali, sedangkan hewannya antara lain moose, beruang hitam, ajag, dan
burung-burung yang bermigrasi ke selatan pada musim gugur.[5]
- Tundra
Tundra terdapat di belahan bumi
sebelah utara di dalam lingkaran kutub utara dan terdapat di puncak-puncak
gunung tinggi.[5] Pertumbuhan tanaman di daerah ini hanya 60 hari.[5] Contoh
tumbuhan yang dominan adalah sphagnum, liken, tumbuhan biji semusim, tumbuhan
perdu, dan rumput alang-alang.[5] Pada umumnya, tumbuhannya mampu beradaptasi
dengan keadaan yang dingin.[5]
- Karst (batu gamping /gua).
Karst berawal dari nama kawasan batu
gamping di wilayah Yugoslavia.[6] Kawasan karst di Indonesia rata-rata
mempunyai ciri-ciri yang hampir sama yaitu, tanahnya kurang subur untuk
pertanian, sensitif terhadap erosi, mudah longsor, bersifat rentan dengan
pori-pori aerasi yang rendah, gaya permeabilitas yang lamban dan didominasi
oleh pori-pori mikro.[6] Ekosistem karst mengalami keunikan tersendiri, dengan
keragaman aspek biotis yang tidak dijumpai di ekosistem lain.[6]
Buatan
Sawah merupakan salah satu contoh
ekosistem buatan
Ekosistem buatan adalah ekosistem
yang diciptakan manusia untuk memenuhi kebutuhannya.[5] Ekosistem buatan
mendapatkan subsidi energi dari luar, tanaman atau hewan peliharaan didominasi
pengaruh manusia, dan memiliki keanekaragaman rendah.[1] Contoh ekosistem
buatan adalah[5]:
- bendungan
- hutan tanaman produksi seperti jati dan pinus
- agroekosistem berupa sawah tadah hujan
- sawah irigasi
- perkebunan sawit
- ekosistem pemukiman seperti kota dan desa
- ekosistem ruang angkasa.[1]
Ekosistem kota memiliki metabolisme
tinggi sehingga butuh energi yang banyak.[2] Kebutuhan materi juga tinggi dan
tergantung dari luar, serta memiliki pengeluaran yang eksesif seperti polusi dan
panas.[2]
Ekosistem ruang angkasa bukan
merupakan suatu sistem tertutup yang dapat memenuhi sendiri kebutuhannya tanpa
tergantung input dari luar.[1] Semua ekosistem dan kehidupan selalu bergantung
pada bumi
0 komentar:
Posting Komentar